Ilustrasi hari Purbakala/pixabay
RAGAM NUSANTARA - Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) arti kata purbakala adalah zaman dahulu sekali.
Zaman dahulu sekali dalam hal ini adalah kehidupan masa lalu yang tak banyak orang tahu atau masih misterius.
Secara definisi, purbakala mencakup masa lalu, namun tak setiap masa lalu masuk ruang lingkup purbakala.
Sederhananya, masa lalu masih bisa dikenal melalui ingatan atau tulisan (prasasti, manuskrip), atau lukisan yang menggambarkan suatu peristiwa, sebagai pertanda.
Namun masa purba hanya bisa dikenali dengan dua cara, yaitu melalui arkeologi dan pelestarian cagar budaya.
Dilansir dari infopublik hari purbakala ternyata sudah ditentukan yaitu setiap tanggal 14 Juni.
Hari Purbakala memang tidak familier di telinga masyarakat umum karena mungkin hanya diperingati oleh orang-orang yang berkecimpung di dunia arkeologi.
Agar kenal lebih dalam dan memahami bagaimana lahirnya Hari Purbakala redaksi REPUBLIK BOBOTOH mencoba mengurai sejarahnya.
Dulu, lebih dari seabad silam tepatnya tanggal 14 Juni 1913 berdirilah Oudheidkundige Dienst in Nederlandsch Indie atau Jawatan Purbakala.
Jawatan ini merupakan lembaga yang menangani peninggalan purbakala di era kolonial Belanda.
Jawatan Purbakala ini pertama kali dipimpin oleh N.J. Krom, seorang ahli Arkeologi berbangsa Belanda yang lahir di Hertogenbosch, 5 September 1883.
Melalui jawatan itu dilakukanlah upaya pelestarian terhadap benda-benda peninggalan purbakala di tanah air.
Jawatan ini terus berjalan dan berkembang seiring berputarnya roda zaman dan berkali-kali ganti nama, hingga berdirinya NKRI.
Kendati zaman berubah, jawatan tersebut tetap mengusung visi sama, yakni melindungi peninggalan purbakala, guna menjadi pembelajaran bagi generasi penerus.
Titik awalnya berupa upaya perlindungan yang lantas tumbuh menjadi upaya mengembangkan dan memanfaatkan bagi kepentingan sekaligus kemajuan masyarakat.
Hal itu mengacu pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang cagar budaya dan di dalamnya disebutkan bahwa Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.**