TERASBANDUNG.COM - Direktur Utama Jasa Raharja Rivan A. Purwantono menyampaikan, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah meminta kepada Pemerintah Daerah (Pemda) untuk menghapus Pajak Progresif dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Atas Kendaraan Bekas (BBN 2).

Permintaan tersebut merupakan salah satu bentuk relaksasi dari tahapan implementasi UU 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 74 terkait penghapusan data kendaraan yang menunggak pajak 2 tahun.

Dengan adanya kebijakan ini masyarakat diharapkan akan lebih tergugah untuk segera mengurus administrasi kendaraannya dan membayar pajak.

“Dengan demikian, otomatis juga ikut andil dalam perlindungan negara melalui Jasa Raharja, karena di situ ada Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ),” kata Rivan dikutip dari laman NTMC Polri, Selasa 23 Agustus 2022.

“Kebijakan penghapusan pajak progresif BBN 2, dilakukan untuk mempermudah balik nama atas kepemilikan kedua yang juga tentu supaya masyarakat lebih tertib administrasi kendaraan bermotor,” tambahnya.

BACA JUGA: 2 Hari Lagi Siaran TV Analog di Sejumlah Daerah di Jabar Dimatikan, Ini Daftarnya

Sementara itu, Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Keuangan Daerah Kemendagri Agus Fatoni menambahkan, Pemda dapat menghapus Pajak Progresif Kendaraan Bermotor dan BBN 2 karena kewenangan untuk melakukan penghapusan tersebut merupakan kewenangan provinsi.

“Sebagaimana amanah UU No.1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD), sudah mengatur penghapusan BBN 2.

Pemerintah provinsi dapat segera melakukan pembebasan ini karena pemerintah provinsi mempunyai kewenangan untuk memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan pajak,” katanya.

Lebih lanjut, Fatoni berharap penghapusan pajak progresif dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak, serta banyak pemilik kendaraan yang memakai data orang lain agar tidak terkena pajak progresif.

“Karena masyarakat yang mempunyai kendaraan lebih dari satu biasanya cenderung tidak mendaftarkan kepemilikan tersebut atas namanya, tapi menggunakan nama/ KTP orang lain (untuk menghindari pajak progresif) sehingga pemda tidak mendapatkan hasil dari pajak progresif tersebut," katanya.

"Selain itu, data regident kendaraan bermotor juga menjadi tidak akurat sehingga berpengaruh terhadap pendataan jumlah potensi data kendaraan bermotor,” tandasnya.***