Pemkot Bandung dan PKL Kiaracondong capai kesepakatan jam operasional. Pedagang memuji proses yang dialogis dan memberi kepastian usaha tanpa gangguan. (Bandung.go.id)
TERASBANDUNG.COM - Upaya Pemerintah Kota Bandung dalam menata aktivitas pedagang kaki lima (PKL) di kawasan Pasar Kiaracondong akhirnya berbuah kesepakatan. Melalui rangkaian dialog yang intensif, aturan jam operasional yang baru disambut positif oleh para pedagang, yang menilai pendekatan pemerintah saat ini jauh lebih manusiawi dan tidak mengancam penghasilan mereka.
Pada Apel Pematuhan Penerapan Kesepakatan Jam Operasional PKL, Selasa 25 November 2025, Wali Kota Bandung Muhammad Farhan menegaskan bahwa pemerintah tidak sedang melakukan penggusuran, melainkan memastikan ruang kota digunakan secara adil bagi semua pihak. Ia menekankan bahwa kenyamanan publik dan keberlangsungan usaha warga harus berjalan beriringan.
Respons PKL
Kehadiran Pemkot Bandung dinilai para pedagang sebagai angin segar dalam penataan PKL Kiaracondong. Perwakilan PKL, Sutarman, mengungkapkan bahwa seluruh proses berlangsung tanpa tekanan dan sepenuhnya mengedepankan musyawarah.
“Bagus, sangat bagus. Tidak ada kendala. Jam operasional pukul 22.00 sampai 07.00 itu tidak merugikan,” ujar Sutarman di Stasiun Utara Kiaracondong, Kota Bandung, Selasa, 25 November 2025.
“Yang penting kami tetap bisa cari makan. Yang penting saling memahami. Baru sekarang ada cara seperti ini. Ini mah pendekatannya alus pisan,” tambahnya.
Menurutnya, kesepakatan jam operasional ini memberikan kepastian bagi pedagang dan membuat mereka merasa lebih aman dalam menjalankan usaha sehari-hari.
Detail Aturan
Kesepakatan yang ditandatangani oleh sembilan perwakilan PKL bersama Satgas dan aparat kewilayahan mengatur jam berdagang mulai pukul 22.00–07.00 WIB. Setelah aktivitas perdagangan selesai, para pedagang wajib mengosongkan dan membersihkan area maksimal pukul 07.30 WIB.
Skema ini dinilai mampu menjembatani aktivitas PKL tanpa mengganggu kelancaran lalu lintas masyarakat, terutama pada jam ramai pagi hari.
Pendekatan Sebagai Filosofi Penataan
Wali Kota Bandung Muhammad Farhan menekankan bahwa semangat utama penataan PKL adalah kebersamaan, bukan konfrontasi.
“Tidak mungkin saya melakukan penggusuran. Kunaon? Da urang mah kabeh ge dulur,” ujarnya.
Farhan menambahkan, jika masyarakat mengeluhkan kemacetan, maka persoalan tersebut juga harus dipahami sebagai tanggung jawab bersama, bukan diselesaikan dengan tindakan represif.
“Kalau ada warga yang bilang macet wae, nu nyieun macet teh dulur sorangan. Maka bukan ditertibkan dengan kekerasan, tapi sama-sama disadarkan,” jelasnya.
Komitmen Bersama
Melalui enam poin kesepakatan yang ditetapkan, PKL dan pemerintah wilayah memiliki panduan bersama yang mencakup jam operasional, kebersihan area, hingga kewenangan Satgas dalam menindak pelanggaran. Aturan akan terus dievaluasi berkala agar tetap relevan dengan kebutuhan lapangan.
“Kalau melanggar, yang dilanggar bukan aturan, tapi kesepakatan sesama dulur. Itu lebih berat konsekuensinya,” tegas Farhan.
Perwakilan PKL, Sutarman, kembali menegaskan bahwa warga menerima aturan baru tanpa keberatan. Menurutnya, penataan kali ini berbeda dari pengalaman sebelumnya.
“Bagus, sangat bagus. pukul 22.00 sampai 07.00 itu tidak merugikan. Yang penting bisa tetap makan sehari-hari. Ini cara yang bagus, baru ada sekarang,” jelasnya.
Langkah Lapangan
Lurah Kebon Jayanti, Wiwin Haryani, memaparkan sejumlah langkah konkret yang diambil usai arahan Wali Kota, mulai dari pelaksanaan beberapa kali dialog dengan PKL hingga pembentukan Satgas PKL Pasar Kiaracondong yang tercantum dalam SK resmi. Upaya-upaya ini memungkinkan proses penataan berjalan tanpa gesekan.
Konsistensi pendekatan persuasif ini membuat para pedagang merasa dihargai sebagai bagian dari masyarakat kota, bukan sebagai pihak yang harus disingkirkan.
***