TERASBANDUNG.COM - Indonesia kembali menghadapi situasi berat. Berbagai bencana, terutama banjir yang melanda sejumlah wilayah di Sumatra, menimbulkan duka mendalam bagi masyarakat.

Lebih dari 900 korban meninggal dunia dan sekitar 200 orang masih hilang, meninggalkan jejak kehilangan yang tak tergantikan: keluarga, tempat tinggal, hingga harta benda.

Di tengah upaya masyarakat dan lembaga sosial menggalang bantuan untuk para penyintas, muncul persoalan serius: praktik penyaluran dana donasi kepada “korban fiktif”.

Fenomena ini tidak hanya melukai kepercayaan publik, tetapi juga menyalahi ajaran agama dan melanggar hukum negara.

Baca Juga : Bungkam Bangkok United 1–0, Persib Kini Tunggu Lawan di 16 Besar ACL Two

Untuk menjawab pertanyaan mengenai hukumnya, berikut penjelasan lengkap dari perspektif Islam dan hukum positif Indonesia.

Amanah dalam Islam: Larangan Keras Menyelewengkan Dana Donasi

Islam menempatkan amanah sebagai prinsip fundamental. Menyelewengkan dana bantuan—termasuk menyalurkan donasi kepada korban yang tidak nyata—termasuk tindakan yang diharamkan.

Ayat Al-Qur’an tentang Pengkhianatan Amanah

Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Anfal ayat 27:

يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَخُونُوا۟ ٱللَّهَ وَٱلرَّسُولَ وَتَخُونُوٓا۟ أَمَـٰنَـٰتِكُمْ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul serta mengkhianati amanat yang dipercayakan kepadamu, sedangkan kamu mengetahui.”

Syekh Wahbah Az-Zuhaili menjelaskan bahwa amanah mencakup seluruh tanggung jawab yang diberikan Allah kepada manusia, termasuk amanah menyalurkan bantuan tepat sasaran:

“Amanah adalah segala amal yang Allah percayakan kepada hamba-hamba-Nya berupa kewajiban dan ketentuan… serta menyia-nyiakan hak-hak orang lain.”

(Tafsir al-Munir, jilid V, hlm. 314)

Sementara Prof. Quraish Shihab menekankan bahwa amanah ialah titipan yang harus dijaga hingga kembali dalam keadaan utuh:

“Titipan yang dipercayakan untuk dijaga sehingga orang yang menitipkan merasa aman…”

(Tafsir al-Misbah, Vol. 5, hlm. 423)

Menyalurkan Donasi kepada Korban Fiktif Termasuk Ghulul

Dalam Islam, penyelewengan harta disebut ghulul, sebuah dosa besar. Rasulullah SAW memberikan peringatan tegas:

“Kami bersama Rasulullah Saw pada suatu hari, lalu Rasulullah menyebutkan Ghulul, Rasul menganggapnya berat…”

(HR. Muslim)

Imam An-Nawawi menjelaskan bahwa ghulul sangat dikecam dan pelakunya wajib mengembalikan harta yang diselewengkan:

“Umat Islam sepakat bahwa ghulul diharamkan dan termasuk dosa besar… pelakunya wajib mengembalikan harta yang ia selewengkan.”

(Syarah Shahih Muslim, juz 12, hlm. 217)

Sanksi Hukum Indonesia terhadap Penyalahgunaan Donasi

Perbuatan menyalurkan dana donasi kepada korban fiktif termasuk tindak pidana penipuan. Hal ini diatur dalam:

• Pasal 378 KUHP:

“Barang siapa dengan maksud menguntungkan diri sendiri… menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang… diancam pidana penjara paling lama 4 tahun.”

• Pasal 492 UU 1/2023:

“Setiap orang… menggunakan tipu muslihat… dipidana penjara paling lama 4 tahun atau denda paling banyak kategori V.”

Denda kategori V bernilai Rp500 juta.

Baik menurut ajaran Islam maupun hukum Indonesia, memanipulasi dana donasi dengan menyalurkannya kepada korban fiktif adalah kejahatan besar.

Pelakunya dikenai sanksi moral, dosa besar, serta hukuman penjara hingga 4 tahun atau denda ratusan juta rupiah.***