Hujan mengguyur wilayah Bandung. (Daddy Mulyanto/TERASBANDUNG.COM)
TERASBANDUNG.COM - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyampaikan bahwa meningkatnya potensi hujan lebat hingga ekstrem pada Desember 2025 bukanlah fenomena yang muncul secara tiba-tiba.
Sejumlah sistem atmosfer besar diperkirakan mencapai fase aktif pada akhir tahun, sehingga kondisi cuaca di berbagai wilayah Indonesia akan jauh lebih dinamis.
Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, menjelaskan bahwa atmosfer pada Desember berada dalam situasi yang “aktif dan saling memperkuat”.
Baca Juga : Megaproyek Tol Getaci Dimulai 2026! Ini Jalur Lengkap dan 10 Lokasi Gerbang Tolnya
Menurutnya, ada empat fenomena utama yang berperan dalam peningkatan curah hujan, mulai dari monsun Asia, ENSO, gelombang atmosfer, hingga potensi aktivitas siklon tropis.
Monsun Asia Menguat
Fenomena pertama yang diyakini memegang peran dominan adalah monsun Asia. Pada akhir tahun, angin baratan dari Samudra Hindia umumnya mengalami penguatan.
Arus angin yang sarat uap air ini kemudian bergerak menuju wilayah Indonesia bagian barat dan tengah, sehingga memicu pembentukan awan konvektif dalam jumlah besar.
Kondisi tersebut membuat hujan lebih mudah terjadi secara luas dan intens, terutama di wilayah rawan seperti Sumatera Barat.
"Contoh pengamatan regional: Sumatera Barat berada di bawah penguatan monsun Asia, memicu dominasi angin baratan dan hujan intens," kata Guswanto dikutip dari Kompas.tv.
Peluang Hujan di Atas Normal Meningkat
Fenomena kedua yang turut memperkuat hujan adalah El Niño–Southern Oscillation (ENSO). Pada penghujung 2025, ENSO diprediksi bergerak menuju fase La Niña lemah hingga netral, dengan anomali suhu permukaan laut berada di kisaran minus 0,66 hingga 0,0.
Pada fase ini, suplai uap air ke wilayah maritim Indonesia cenderung meningkat. Akibatnya, peluang terjadinya hujan lebat meluas.
“Indikasi La Niña lemah di penghujung 2025 berdampak pada bertambahnya peluang hujan lebat di berbagai wilayah," tutur Guswanto.
Faktor ketiga adalah gelombang atmosfer ekuatorial, seperti Madden–Julian Oscillation (MJO), gelombang Kelvin, dan gelombang Rossby yang siklusnya berulang setiap beberapa pekan. Ketika gelombang-gelombang ini memasuki fase aktif di wilayah Indonesia, pembentukan awan konvektif meningkat pesat.
Baca Juga : Viral Siswa SD Berbaris Menunggu Wali Kota, Farhan Ungkap Fakta Sebenarnya!
"Saat fase aktif melintasi wilayah maritim Indonesia, fenomena ini memicu peningkatan awan konvektif dan hujan lebat harian," ucap Guswanto.
Gelombang atmosfer semacam ini kerap menjadi pemicu hujan intens dalam durasi singkat, disertai petir dan angin kencang. Wilayah yang paling sering terdampak meliputi Sumatera bagian tengah, Jawa bagian barat–tengah, Kalimantan, hingga Sulawesi.
Gelombang Tinggi Mengintai Jawa–NTT
Fenomena keempat yang patut diwaspadai adalah kemungkinan terbentuknya siklon tropis di wilayah selatan Indonesia, terutama di Samudra Hindia selatan Jawa hingga Nusa Tenggara. Siklon tropis memiliki dampak berlapis: memperkuat pembentukan awan hujan dan memicu cuaca ekstrem di wilayah darat maupun laut.
"Ancaman siklon tropis dari selatan Indonesia pada periode puncak monsun dapat memperkuat pembentukan awan hujan dan memicu gelombang tinggi di perairan selatan Jawa–Nusa Tenggara," jelas Guswanto.
Selain meningkatkan intensitas hujan, gangguan siklon dapat menyebabkan:
1. Gelombang tinggi di perairan selatan Indonesia
2. Angin kencang dan badai
3. Gangguan pada pelayaran dan aktivitas nelayan
BMKG menegaskan bahwa pada fase monsun kuat, peluang terbentuknya gangguan siklon meningkat sehingga pemantauan harian menjadi sangat penting.
Risiko Bencana Hidrometeorologi Menguat
Gabungan keempat fenomena tersebut berpotensi membuat hujan lebat lebih sering terjadi dan cakupannya meluas. Kondisi ini dapat meningkatkan risiko bencana, seperti banjir, banjir bandang, tanah longsor, petir ekstrem, dan gelombang tinggi terutama di wilayah yang memang rentan.
BMKG meminta pemerintah daerah untuk memperkuat upaya mitigasi mulai dari perbaikan drainase perkotaan, inspeksi kawasan rawan longsor, hingga sosialisasi kesiapsiagaan kepada masyarakat agar dampak bencana dapat diminimalkan.***