Sayangkan Permenaker No 18 Tahun 2022, Apindo Jabar Dihadapkan pada Pilihan yang Sangat Berat

Sayangkan Permenaker No 18 Tahun 2022, Apindo Jabar Dihadapkan pada Pilihan yang Sangat Berat

TERASBANDUNG - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jabar menyayangkan terbitnya Permenaker Nomor 18 tahun 2002 tentang Penetapan Upah Minimum tahun 2023 yang memuat formula penghitungan upah yang baru.

Ketua Apindo Jabar Ning Wahyu Astutik mengemukakan, pada Permenaker ini, ada sejumlah hal yang memberatkan pengusaha. Misalnya, formulasi upah yang baru akan menimbulkan disparitas upah yang semakin parah antardaerah.

"Apindo sangat menyayangkan lahirnya Permenaker Nomor 18 Tahun 2022, Tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023, yang telah terbit dengan formula

penghitungan upah yang baru karena hal ini mencerminkan tidak adanya kepastian hukum dan dengan demikian tidak ada juga kepastian usaha," kata Ning, Sabtu 19 November 2022.

Dia menjelaskan, belum lagi hirearki peraturan dilanggar. Menurutnya, bagaimana bisa Permenaker melawan PP. Dia menilai bahaya apabila peraturan yang lebih tinggi bisa dilawan oleh peraturan di bawahnya.

Menurutnya, terbitnya Permenaker No 18 Tahun 2022 ini juga melanggar hasil keputusan MK, dimana dinyatakan untuk menangguhkan segala tindakan/kebijakan yang bersifat

strategis dan berdampak luas, serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573) hingga dua tahun, yang berarti hingga tahun 2023 sampai proses pembentukan peraturan perundang-undangan tersebut dilakukan revisi selesai.

Di sisi lain, jelasnya, prinsip UMK yang merupakan upah sebagai safety net pekerja di tingkat buruh dan upaya untuk mengurangi disparitas yang besar antara Kabupaten/Kota, menjadi terlanggar karena hasil simulasi dengan rumus/formula yang baru justru menunjukkan bahwa daerah yang sebelumnya sudah memiliki UMK melebihi ambang batas atas, seperti Kab. Bogor, Kab. Purwakarta, Kab. Karawang, dan Kab Bekasi justru dengan formula baru ini, mengalami kenaikan yang jauh lebih besar dari wilayah/daerah dengan UMK rendah, seperti Kab. Ciamis, Kab. Banjar, Kab. Kuningan, Kab Pangandaran dan seterusnya.

"Setelah tercabik Covid-19, mengalami goncangan turunnya order orientasi export akibat krisis global, membanjirnya barang-barang import yang membuat pasar domestic semakin sempit untuk produk lokal, maka hampir bisa dipastikan pengurangan pekerja secara massive akan terus terjadi," katanya.

Dia menyebut formula ini aneh bin ajaib karena justru membuat UMK–UMK yang tingginya di atas ambang batas, mendapatkan kenaikan yang juga jauh lebih tinggi dibanding daerah lain.

Hal ini merupakan pukulan telak pada industri-industri padat karya di daerah tersebut, yang justru sudah hampir tiap tahun berjuang mendapatkan upah khusus padat

karya untuk survive.

Terlebih lagi, yang awalnya pemerintah ingin mempersempit disparitas antar upah di daerah, justru sekarang membangun jurang kecemburuan antar daerah dengan makin

besarnya perbedaan upah diantara mereka.

"Apa nanti akan dibiarkan terjadi kejar–kejaran upah, yang rendah ngejar yang tinggi dengan mengganti lagi formula? Terus terang, pengusaha khawatir sekali dan merasa tidak pasti," katanya.

Dalam kondisi Indonesia yang akan menghadapi resesi global di tahun 2023, dimana kemungkinan akan berimplikasi pada industry berorientasi eksport, hasil terhitung UMP

dan UMK 2023 dengan formula baru akan benar-benar membuat industry di Indonesia, khususnya Jawa Barat, akan mengalami periode paling sulit (lebih sulit dari masa COVID19).

“Tiap hari kita selalu diingatkan dan kalau kita baca baik di media sosial, di media cetak, di media online semuanya mengenai resesi global, tahun ini sulit dan tahun depan sekali lagi saya sampaikan akan gelap. Dan kita tidak tahu badai besarnya seperti apa, sekuat apa, tidak bisa dikalkulasi,” ujarnya.

Dia mengatakan Apindo sangat prihatin dengan keadaan ini karena hal ini membuat semakin terpuruknya dunia usaha yang baru mulai recovery akibat pandemic COVID-19, lalu menghadapi resesi global, dan sekarang ditimpa pergantian system pengupahan yang lebih memberatkan dunia usaha.

Sehingga para anggota Apindo menyampaikan bahwa mereka dihadapkan pada pilihan yang sangat berat, yaitu pengurangan pekerja atau tutup usaha.

"Dengan semua hal yang telah dijelaskan di atas maka Apindo tetap menginginkan diberlakukannya PP36 tahun 2021 tentang pengupahan," tegasnya.

Penulis: Sirojul Mutaqien | Editor: Sirojul Mutaqien

Berita Terkini