RAGAM NUSANTARA - Vaksin Merah Putih buatan Indonesia yang tengah dikembangkan oleh tim peneliti Universitas Airlangga dan PT Biotis Pharmaceutical, telah mendapatkan sertifikasi halal dari Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI).
Perjalanan panjang vaksin Merah Putih dimulai dari proses animal trial pada awal hingga pertengahan tahun 2021.
Selanjutnya, proses uji pra-klinik macaca (monyet) komorbid dan dewasa tua pada bulan Juli dan Agustus 2021.
Uji pra-klinik macaca dewasa, muda, dan remaja pada September 2021. Uji pra-klinik macaca anak dan bunting pada Oktober 2021.
Selanjutnya, pada bulan November 2021 bertepatan dengan Dies Natalis Universitas Airlangga, Prof. Dr. Moh. Nasih menyerahkan bibit vaksin Merah Putih kepada PT Biotis Pharmaceuticals Indonesia untuk proses penyelesaian vaksin Merah Putih.
Komisi MUI Bidang Fatwa Asrorun Nia'm Sholeh dalam keterangannya vaksin Merah Putih mendapatkan ketetapan halal pada sidang komisi Fatwa MUI yang digelar pada Senin 7 Februari 2022, dan berlaku sampai 6 Februari 2026.
"Vaksin Merah Putih hukumnya suci dan halal," tegas Komisi MUI Bidang Fatwa Asrorun Nia'm Sholeh seperti dikutip dari PMJNews.
Sementara itu, Direktur Utama LPPOM MUI, Muti Arintawati menjelasakan, proses pendaftaran Vaksin Merah Putih untuk uji dan sertifikasi halal bermula pada 14 Januari 2022.
"Kami memeriksa administratif hingga audit langsung di bulan yang sama, sampai pada 7 Februari 2022 menetapkan kehalalannya," ujar Muti.
Di sisi lain, Ketua Peneliti Vaksin Merah Putih dari Universitas Airlangga Fedik Abdul Rantam menyebut untuk sampai ke tahap sertifikasi halal ini, mereka mendapatkan tiga kali bimbingan dari LPPOM MUI supaya dapat digunakan mayarakat dengan aman dan halal.
"Fatwa halal ini merupakan dukungan yang besar untuk vaksin asli Indonesia," ucap Fedik.
Senada dengan Fedik, Direktur Utama PT. Biotis Pharmaceuticals Indonesia, FX. Sudirman mengatakan, uji klinis dengan subjek penelitian yang belum pernah divaksin menjadi tantangan besar bagi para peneliti.
Mereka mencari ke kantong-kantong masyarakat yang belum divaksin, seperti kalangan pesantren yang dikawal Kiai Asep dari Mojokerto, Jawa Timur. "Sebab itu, dukungan fatwa halal ini sangat penting untuk menjamin keamanan dan kenyamanan subjek peneliti," jelas Sudirman.***
Penulis: Tim Teras Bandung | Editor: Dadi Mulyanto