Kolaborasi Pemkot Bandung dan ITB untuk Cari Solusi Penanganan Sampah

Kolaborasi Pemkot Bandung dan ITB untuk Cari Solusi Penanganan Sampah Sekretaris Daerah Kota Bandung, Ema Sumarna dalam diskusi di Institut Teknologi Bandung (ITB). (Pekot Bandung)

TERASBANDUNG.COM - Sampah masih menjadi isu yang perlu diselesaikan bersama, mulai dari sektor pemerintah, akademisi, hingga komunitas.

Sebanyak 1.500 ton sampah dihasilkan setiap harinya di Kota Bandung atau 0,63 kg tiap orang per hari.

Sekretaris Daerah Kota Bandung, Ema Sumarna memaparkan, mayoritas jenis sampah yang dihasilkan Kota Bandung adalah sisa makanan sebanyak 44,5 persen.

Lalu, sampah plastik 16,7 persen. Karton sebanyak 13,2 persen. Kemudian sampah kain sebanyak 4,75 persen.

Baca Juga: 10 Destinasi Raih Anugerah Pariwisata Kota Bandung 2022

"Kalau masih dilakukan penanganan dengan cara konvensional, tahun 2023 sampah Kota Bandung bisa sampai 1.700 ton per hari," ungkap Ema.

Ia memaparkan, mayoritas jenis sampah yang dihasilkan Kota Bandung adalah sisa makanan sebanyak 44,5 persen. Lalu, sampah plastik 16,7 persen. Karton sebanyak 13,2 persen. Kemudian sampah kain sebanyak 4,75 persen.

"Kalau masih dilakukan penanganan dengan cara konvensional, tahun 2023 sampah Kota Bandung bisa sampai 1.700 ton per hari," ujar Ema dilansir dari laman resmi Pemkot Bandung.

Terlebih Kota Bandung tidak memiliki TPA sendiri, masih bergabung dengan wilayah lain di Sarimukti Kabupaten Bandung Barat. Belum lagi infrastruktur dan kendala lainnya yang masih menjadi tantangan tersendiri.

Baca Juga: Kelompok Pusat Informasi dan Konseling Remaja Hadir di Sekolah, Ini Tujuannya

"Perlu ada pergeseran paradigma. Jangan jadikan sampah sebagai masalah, tapi benar-benar harus jadi potensi, meski memang ini tidak mudah," kata Ema dalam diskusi di Institut Teknologi Bandung (ITB) yang membahas permasalahan sampah di Kota Bandung.

Di Kota Bandung, ada 10 persen RW yang sudah baik penanganan sampahnya.

Demi mengoptimalkan penanganan sampah, Pemkot Bandung bersama ITB berkolaborasi dalam program Smart with Living Lab (SWLL).

"Kemarin sudah menentukan tiga kawasan DDG (Dago DU Ganesha), sekarang ditambah Braga. Kita terus berdiskusi, tak hanya untuk membenahi masalah sampah, tapi juga menangani masalah PKL, parkir liar, dan titik kemacetan yang sering terjadi di empat kawasan ini," ungkapnya.

Bahkan, Kota Bandung telah mendapatkan bantuan dari PUPR berupa Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Refused Derived Fuel (RDF) di Holis.

"Ini bisa menjadi potensi ekonomi dan peluang lapangan kerja yang baru. Ini menjadi salah satu strategi yang sangat efektif jila bisa kita terapkan di seluruh kecamatan," imbuhnya.

Sementara itu, Head of Smart City & Community Innovation Center ITB, Prof. Suhono Harso Supangkat menjelaskan, SWLL mulai dikembangkan tahun ini dan diusulkan di G20 pada November di Bali.

"Agar kehidupan lebih baik, kita minimalisasi sampah, menyirkularsikannya agar bisa lebih diberdayakan," ungkap Suhono.

Di dalam mengelola sampah dan hal-hal lain yang tidak terpakai hingga bisa dipakai dengan maksimal menjadi bagian untuk menuntaskan persoalan SDGs.

"Ini kita bahas bersama pemerintah, akademisi, dan komunitss sehingga perspektifnya bisa lebih luas dan bisa bersinergi dengan baik untuk menyelesaikan beragam persoalan di Kota Bandung," pungkasnya.**

Penulis: Teguh Nurtanto | Editor: Teguh Nurtanto

Berita Terkini