TERASBANDUNG.COM - Pengusaha muslim sebaiknya menerapkan cara Nabi Muhammad SAW dalam mengelola bisnis. Rasulullah SAW merintis dan menjalankan bisnis dengan baik dan benar yang tentunya tidak menyimpang dari syariat Islam.
Berikut ini kisahnya. Rasulullah SAW adalah sosok yang dikenal jujur dalam kehidupan sehari-harinya. Tidak terkecuali ketika masih berdagang.
Beliau tidak pernah mengurangi timbangan ataupun berbohong mengenai kondisi barang yang dijualnya. Bahkan, tidak jarang, Rasulullah melebihkan timbangan agar pembeli senang.
Menyadur dari laman Gomuslim, suatu ketika, ada seorang sahabat datang mengadu kepada Rasulullah, “Ya Rasulullah, kami berdagang hanya dapat untung kecil. Tapi orang Yahudi untungnya besar. Padahal menjual barang yang sama dan sama-sama di Madinah”.
Lalu Rasulullah bertanya, “Kenapa bisa demikian?”.
Baca Juga : Bandung Raya Darurat Sampah, Ini Langkah yang Dilakukan Pemkot Bandung
Sahabat menjawab, “Kami berdagang mengikuti caramu berdagang ya Rasulullah. Kami jujur. Kalau ada orang beli, kami tidak pernah mengurangi timbangan. Sedangkan orang Yahudi itu curang. Mereka mengurangi timbangan, jadi mendapatkan untung yang besar. Sedangkan kami hanya mendapat untung kecil”.
Mendengar hal tersebut, Rasulullah berkata, “Cara kalian berdagang salah. Maukah engkau kuberitahu bagaimana cara berdagang yang benar?”
Sahabat menjawab, “Mau ya Rasulullah”.
Rasulullah kemudian berkata, “Kalau ada pembeli, lebihkanlah timbanganmu,”.
Mendengar nasihat tersebut, sahabat pun mulai mempraktekannya di pasar. Mereka melebihkan timbangan ketika melayani pembeli. Tentu saja, hal ini membuat para pembeli senang karena mendapat bonus lebih.
Dalam waktu singkat, orang-orang yang biasa belanja di pasar Yahudi, pindah ke tempatnya orang Muslim.
Mengapa demikian? karena kabar menyebar dengan cepat dari mulut ke mulut pembeli. Sehingga pembeli berpikir kalau belanja di pasarnya orang Islam menyenangkan.
Karena jika membeli 1 kg lebih banyak dibandingkan jika membeli di tempat orang Yahudi.
Lantas, jika pedagang Muslim jualan, berarti dia sedekah dari melebihkan timbangannya. Sedangkan dalam Islam, sedekah itu mengundang datangnya barokah dari Allah SWT.
Karena itu, dalam berbisnis prinsip pertama yang perlu ditanamkan adalah sikap jujur. Jujur kepada Allah (shiddid) dan jujur terhadap manusia (amanah).
Seorang pedagang atau pebisnis Muslim tidak boleh curang. Jangan mengurangi timbangan maupun mengurangi hak-hak pembeli. Harus jujur.
Prinsip kedua, jika berbisnis, usahakan untuk memperbanya sedekah untuk mengejar barokahnya Allah SWT.
Ketika hendak makan pun kita diajarkan untuk membaca doa ‘Allahumma bariklana fima razaqtana waqina adzabannar’.
Artinya, ‘Ya Allah berkahilah seluruh rejeki yang engkau berikan kepada kami dan jauhkanlah kami dari siksa api neraka’.
Apakah jujur saja cukup? Ternyata tidak. Kedua, dalam berbisnis juga harus cerdas. Cerdas dalam membaca situasi (fathonah), cerdas dalam membaca peluang, cerdas dalam menyampaikan sesuatu (tabligh).
Ketiga, bisnis itu jangan hanya ingin mencari keuntungan. Tapi bagaimana bisnis itu memberikan manfaat bagi sebanyak-banyaknya orang.
Karena Rasulullah bersabda, “Sebaik-baik manusia adalah mereka yang bermanfaat bagi manusia lainnya,”
Untuk apa kita kaya sendiri meskipun itu hasil dari yang halal. Kaya tapi tidak barokah. Tentu itu tidak akan membuat kita bahagia.
Keempat, ketika sukses dalam bisnis, jangan merasa bahwa kesuksesan itu karena diri kita semata. Tapi karena Allah SWT lah yang menggerakkan makhluk-makhluknya supaya kita sukses. Kita harus berterimakasih kepada orang lain.
Cara Allah menolong kita adalah dengan menggerakkan makhluk-makhluk-Nya untuk membantu kita. Itu sebabnya Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang tidak berterimakasih kepada manusia, pada hakikatnya dia tidak bersyukur kepada Allah”
Jangan menunggu sempurna untuk berbuat kebaikan. Jika engkau tidak mampu melakukan (kebaikan) sepenuhnya, jangan engkau tinggalkan (kebaikan) itu sepenuhnya.
Amalkan apa yang engkau ketahui, niscaya Allah akan memberitahu apa yang tidak engkau ketahui. Teruslah bergerak dan berbuat.
Karena barokah itu adanya dalam pergerakan. Yakinlah bahwa setiap usaha sebesar apa pun pasti akan dicatat oleh Allah SWT.***
Penulis: Tim Teras Bandung | Editor: Dadi Mulyanto