Pentingnya Literasi dan Mitigasi Minimalkan Dampak Risiko Bencana Sesar Lembang. (Net)
TERASBANDUNG.COM - Sesar Lembang merupakan patahan aktif yang membentang di wilayah Bandung Raya dan sekitarnya.
Dalam beberapa waktu terakhir, para peneliti mengingatkan bahwa sesar ini menyimpan energi gempa yang sangat besar setelah “diam” selama ratusan tahun.
Kondisi tersebut menjadikan kawasan dengan kepadatan penduduk tinggi di sekitarnya perlu meningkatkan kewaspadaan.
Peneliti Pusat Riset Kebumian dan Maritim Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Mudrik Rahmawan Daryono, menjelaskan bahwa Sesar Lembang telah menghimpun energi seismik selama sekitar 560 tahun.
Baca Juga : Pemkot Bandung Salurkan Bantuan Kemanusiaan untuk Aceh, Sumut, dan Sumbar
Akumulasi ini menempatkan sesar tersebut pada fase kritis yang berpotensi memicu gempa darat besar.
"Fenomena ini menempatkan wilayah pemukiman padat tersebut dalam ancaman gempa darat dengan kekuatan magnitudo (M) 6,5 hingga 7," ujarnya dalam Diskusi Daring Tematik 9 Bandung Executive Forum: Waspadai Sesar Lembang dan Gempa serta Dampaknya, Sabtu (20/12/2025).
Bagaimana Peneliti Mengetahui Potensi Gempa?
Potensi gempa Sesar Lembang diketahui melalui penelitian geologi yang dilakukan secara langsung di lapangan.
Salah satu lokasi kajian berada di situs Batu Lonceng, tempat peneliti menggali paritan untuk melihat lapisan tanah di bawah permukaan.
Baca Juga : Jelang Nataru, Bandung Perketat Kewaspadaan Usai Temuan Benda Diduga Bom
Dari hasil penelitian tersebut, ditemukan bukti pergeseran tanah secara vertikal sekitar 40 sentimeter. Jika dikonversi menjadi pergeseran mendatar, nilainya diperkirakan lebih dari 1,5 meter.
"Jejak ini berasal dari peristiwa gempa bumi besar terakhir yang tercatat terjadi pada abad ke-15, tepatnya di rentang tahun 1450 hingga 1460," tambahnya.
Sesar Lembang memiliki panjang sekitar 29 kilometer dengan kecepatan pergeseran rata-rata 3,5 milimeter per tahun.
Dengan waktu istirahat yang telah berlangsung lebih dari lima abad, energi yang tersimpan diperkirakan mencapai 1,6 hingga 3 meter pergeseran.
"Secara tektonik, akumulasi tegangan atau stres energi tersebut sudah mencapai batas maksimal untuk segera dilepaskan menjadi guncangan besar," sergah Mudrik.
Dampak Gempa dan Pentingnya Mitigasi
Dalam kajian yang dilakukan, skenario terburuk menunjukkan bahwa gempa dari Sesar Lembang dapat menghasilkan guncangan dengan intensitas VIII hingga IX pada skala Modified Mercalli Intensity (MMI).
Baca Juga : Stadion Siliwangi Bersolek, Pemkot Bandung Gandeng Persib dan TNI
Wilayah yang berpotensi terdampak meliputi Purwakarta, Kabupaten Bandung, Bandung Barat, Cimahi, hingga Kota Bandung.
“Berbeda dengan sesar normal, karakter sesar Lembang yang bersifat geser-naik membuat rambatan energinya menyebar luas ke utara dan selatan, sehingga dampak guncangan menjadi lebih masif dan berisiko melumpuhkan infrastruktur Jawa Barat,” papar Mudrik.
Menariknya, Mudrik juga menyinggung keselarasan antara temuan geologi dengan legenda Sangkuriang yang dikenal masyarakat Jawa Barat.
Menurutnya, perubahan bentang alam secara tiba-tiba yang diceritakan dalam legenda tersebut dapat dijelaskan melalui mekanisme pergerakan sesar di masa lalu.
“Jika sisi selatan patahan naik mendadak, aliran sungai akan terbendung seketika dan menciptakan genangan luas hanya dalam satu peristiwa gempa besar,” paparnya.
Saat ini, kewaspadaan ditingkatkan seiring terekamnya gempa-gempa kecil yang terjadi secara rutin di sepanjang jalur Sesar Lembang.
Sebagai upaya mitigasi, BRIN telah mengembangkan model visualisasi tiga dimensi untuk membantu pemerintah daerah dan masyarakat memahami peta risiko secara lebih akurat.
"Langkah antisipasi struktural dan pemahaman tata ruang berbasis risiko gempa menjadi mendesak untuk dilakukan mengingat besarnya energi yang tersimpan di bawah permukaan Bandung Raya," pungkasnya.
Penulis: Ely Kurniawati | Editor: Dadi Mulyanto