TERASBANDUNG.COM - Dalam data base Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kota Bandung ternyata ada kesalahan yang cukup fatal.

Beberapa warga Kota Bandung ternyata tercatat sudah meninggal namun paada kenyataannya masih hidup dan sehat walafiat.

Seperti yang terjadi pada Sulaeman dan Titing Elah Kurniawati, mereka baru mengetahui data dirinya sudah tidak aktif saat ada pembagian bantuan.

Menanggapi hal ini, Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Disdukcapil Kota Bandung, Dendi Hermansyah menjelaskan, untuk kasus Sulaeman, sampai sekarang pihaknya telah mengawal proses sidang di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Baca Juga: Penyesuaian Tarif Pelayanan Air Minum Batal Naik, Begini Penjelasan Wali Kota Bandung

"Awalnya pada tahun 2020 ada yang melaporkan untuk pembuatan akta kematian atas nama Sulaeman. Kita minta persyaratan, dan semua dokumennya memenuhi," jelas Dendi dikutip dari laman resmi Pemkot Bandung.

Mulai dari surat keterangan kematian, pengantar RT RW dan kelurahan, dokumen kependudukannya ada, dan pelapornya juga ada. Disdukcapil pun langsung memproses ajuan tersebut karena telah memenuhi persyaratan berkas.

"Tapi, tiba-tiba tahun 2022 ada yang datang ke Disdukcapil, mengabarkan jika datanya tidak aktif. Sebab jika seseorang sudah dibuatkan data kematian, maka otomatis datanya sudah tidak aktif," ujarnya.

Setelah diverifikasi termasuk melalui pengecekan retina mata, ternyata warga bernama Sulaeman masih hidup. Usut punya usut, saat diverifikasi ke pelapornya, ternyata ia memiliki motif tertentu.

Baca Juga: Dekranasda Kota Bandung Gandeng Hongkong Perluas Pasar Internasional Produk UMKM

"Jadi ini bukan karena kesalahan data dari kami, tapi ada kepentingan tertentu dari pihak pelapor. Karena ini merupakan kesengajaan, maka kasus ini dibawa ke pengadilan," ucapnya.

Dendi mengaku, jika kerap terjadi kesalahan dari pemohon akta kematian. Setelah aktanyanya terbit, ternyata datanya salah.

"Ada yang istrinya meninggal, tapi data yang dibawa malah data suaminya atau pelapornya. Kalau seperti itu kita langsung proses batalkan. Untuk mengaktifkan kembali, harus ada pembatalan akta," jelasnya.

Kini, persidangan kasus Sulaeman telah berjalan 4 pekan. Menurut Dendi, biasanya proses sidang bisa sampai 8 pekan atau lebih.

"Sekarang sudah masuk pekan keempat. Disdukcapil juga terus mengawal kasus ini ke pengadilan tiap minggunya. Sekarang tinggal penentuan saksi," tuturnya.

Sedangkan pada kasus Titin itu, Dendi mengaku belum tahu ada akta kematiannya atau tidak.

"Harus kita cek dulu di data base apakah data Bu Titin masih aktif atau tidak? Jika ternyata tidak ada, kita cek lagi di data kematian," paparnya.

"Jika ternyata sudah tercatat meninggal, dicek lagi apakah sudah memegang data kematian atau belum. Setelah itu baru kita cek di data base penerbitan akta kematian,” imbuhnya.

Menurutnya, kekeliruan data biasa terjadi karena ajuan pelaporan. Dalam sehari ada sekitar 40-50 laporan meninggal. Ada juga yang meninggalnya sudah lama seperti 5 tahun, tapi baru membuat akta tersebut.

"Disdukcapil itu bergerak berdasarkan laporan karena kami tupoksi dasarnya adalah berkas. Di Kota Bandung orang yang membuat akta kematian itu relatif lebih tertib. Sebab mereka butuh untuk membuat dokumen lainnya, seperti ahli waris, pengambil uang di bank. Ini rata-rata yang meninggalnya masih baru," jelas Dendi.**