RAGAM NUSANTARA - Semakin merebaknya Covid-19 varian Omicron, pakar kesehatan mencegah masyarakat untuk tidak lagi menggunakan masker berjenis kain.
Berdasarkan data, banyak para ilmuan yang membuktikan bahwa masker kain sudah tidak berfungsi untuk mencegah penularan Covid-19 varian Omicron.
Oleh karena itu, para ahli kesehatan meminta kepada masyarakan untuk beralih ke masker bedah atau respirator.
"Kami mendorong masyarakat untuk beralih dari masker kain ke masker bedah," demikian pernyataan Dr. David Ottenbaker dari SSM Health kepada Channel3000.com, dilaporkan Medical Daily, dikutip dari Antara, Rabu.
Sementara itu menurut Profesor teknik sipil dan lingkungan di Virginia Tech, Dr. Lindsey Marr kepada CBS, masker kain memang memberikan perlindungan tertentu terhadap jenis virus sebelumnya.
Namun hal tersebut tidak berlaku bagi Covid-19 varian terbaru yaitu Omicron.
"Masker kain sekitar 50 persen efektif dan tampaknya tidak cukup untuk omicron," katanya.
Dr. Lindsey Marr kemudian membandingkan dengan makser respirator yang bisa memberikan perlindungan sampai 95 persen.
"Kami memiliki masker khusus yang disebut respirator seperti N95 yang menawarkan perlindungan jauh lebih besar," kata dia.
"Mereka mampu memblokir 95 persen partikel yang keluar dari mulut anda atau yang anda hirup," imbuhnya.
Selain N95, Marr juga menyarakan masker respirator lain seperti KN95 dan KF94.
Ketiganya dipercaya dapat mencegah penularan Covid-19 karena dapat menyaring partikel, termasuk varian Omicron.
Marr selanjutnya menggarisbawahi tentang pentingnya kesesuaian respirator dalam memastikan perlindungan terbaik dari Omicron.
"Yang anda butuhkan adalah respirator dengan segel yang baik terutama di sekitar hidung, tidak ada celah di sisi pipi atau dagu," paparnya.
Di sisi lain, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit meria Serikat (CDC) mengimbau kepada masyarakat untuk memilih respirator daripada masker kain apabila persedian respirator tersedia.
CDC menjelaskan, respirator N95 berlabel khusus bedah harus diprioritaskan untuk petugas kesehatan karena mereka memiliki peluang lebih tinggi terpapar virus corona di tempat kerja.**
Penulis: Helmi Permana | Editor: Helmi Permana