Pelaut Bugis Punya Jasa Bawa Islam ke Australia 500 Tahun Lalu, Seperti Ini Ceritanya

Pelaut Bugis Punya Jasa Bawa Islam ke Australia 500 Tahun Lalu, Seperti Ini Ceritanya Ilustrasi umat Islam di Australia yang dibawa oleh suku Bugis/pixabay.

RAGAM NUSANTARA - Suku Bugis adalah kelompok etnis yang menempati wilayah Sulawesi Selatan yang mempunyai jiwa merantau.

Terkenal dengan kemampuannya dalam berlayar, suku Bugis piawai mengarungi lautan dan samudera luas hingga berbagai kawasan Nusantara maupun dunia.

Kapal pinisi adalah kapal layar khas buatan suku Bugis yang digunakan untuk berlayar ke penjuru dunia dan pembuatannya diwariskan secara turun temurun sejak ribuan tahun lalu.

Tak aneh jika suku Bugis bisa mencapa dan mendarat di benua Australia, kemudian menetap, beranak pinak serta menyebarkan budaya termasuk agama Islam.

Ketua Majelis Imam Nasional Australia atau Australian Nasional Imam Council (ANIC), Syaikh Shady Soleiman, mamaparkan bahwa Islam telah masuk Australia 500 tahun lalu melalui perantara pelaut Bugis.

“Jejak Islam yang dibawa oleh para pelaut Bugis tersebut masih ditemui dalam cerita lisan suku Aborigin di Australia Utara,” papar Syaikh Shady Soleiman dilansir dari laman resmi MUI.

Syaikh Shady Soleiman menjelaskan bahwa pelaut Bugis yang menyebarkan Islam di Australia mendarat di pantai utara Australia.

Penyebaran agama Islam di Australia juga berasal dari proses penjajahan Inggris ke Australia.

Pasukan Inggris membawa sejumlah orang Afghanistan dan untuk membantu Inggris mengarungi gurun pasir di Australia bagian tengah.

“Keislaman keturunan orang Afghanistan tersebut menghilang karena berbaur dengan mayoritas penduduk yang beragama kristen,” ungkapnya.

Pasca perang dunia kedua sebagian besar imigran muslim berhasil mempertahankan identitas keislamannya. Mereka mendirikan Masjid dan memberikan pendidikan Islam kepada generasi muda.

“Saat ini, masyarakat Islam di Australia bukan saja terdiri dari Imigran muslim, tetapi juga penduduk Australia yang berpindah agama ke Islam. Tantangan terbesar komunitas muslim di Australia adalah menjaga keluarganya tidak kehilangan keimanan dan keislamannya,” ujarnya.

Menjelang bulan Ramadhan seperti ini, Syaikh Shandy mengatakan, Ramadhan bagi muslim Australia merupakan waktu yang teramat penting.

Pada bulan Ramadhan, mereka seperti mengisi kembali baterai keimanan, masjid yang selama 11 bulan sepi, menjadi ramai dan penuh jamaah.

Sehingga silaturahim antar umat yang sebelumnya kendor menjadi terjalin erat kembali.

Syaikh Shady juga menjelaskan tentang identitas organisasinya yaitu ANIC. ANIC sejatinya mirip dengan MUI di Indonesia.

Organisasi ini menjadi payung umat Islam di Australia. Sekalipun ANIC adalah organisasi ulama, namun karena istilah ulama kurang populer di Australia dan dunia Barat, maka kata ulama diganti imam. Karena itu, ANIC menjadi organisasi Imam atau Imam Council.

“ANIC membawahi lebih dari 200 Masjid dan Islamic Center di Australia. Majelis ini juga membawahi sejumlah sekolah Islam dan lembaga sertifikasi halal di Australia. Sebenarnya ANIC sudah mempunyai MoU dengan MUI, namun pelaksanaan MoU tersebut belum berjalan. Kami berharap dapat menindaklanjuti MoU yang telah ditandatangani bersama MUI,” pungkasnya.**

Penulis: Teguh Nurtanto | Editor: Teguh Nurtanto

Berita Terkini