TERASBANDUNG.COM - Bidan merupakan salah satu tenaga kesehatan dengan peran penting di masyarakat. Tidak hanya bertugas sebagai pendamping persalinan, bidan juga
memiliki tugas memberikan pelayanan kesehatan untuk ibu dan anak.
Oleh karena itu, kemampuan bidan terkait literasi gizi dan kesehatan keluarga harus senantiasa ditingkatkan. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan pasal 46 menjelaskan bahwa tugas bidan meliputi pelayanan kesehatan ibu dan anak, reproduksi perempuan, dan keluarga berencana.
Oleh karena itu. bidan berperan penting dalam mencegah gizi buruk dan stunting. Sebagaimana diketahui, Indonesia saat ini masih dihadapkan dengan berbagai persoalan
malnutrisi pada anak. Survei Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021 menyebutkan prevalensi stunting sebesar 24,4%. Angka ini masih jauh dari angka prevalensi yang ditargetkan dalam RPJMN 2020-2024, yakni 14%.
Sementara Riskesdas 2018, prevalensi obesitas pada balita sebanyak 3,8% dan obesitas usia 18 tahun ke atas sebesar 21,8%. Target angka obesitas di 2024 tetap sama 21,8%, upaya diarahkan untuk mempertahankan obesitas tidak naik.
Oleh karena itu, dalam rangka mendukung pencapaian target penurunan stunting, Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) bersama Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Jawa Barat memberikan pembekalan untuk meningkatkan literasi gizi bidan.
Program edukasi tersebut diharapkan dapat meningkatkan kemampuan bidan dalam memberikan pelayanan untuk masyarakat, baik dalam bentuk edukasi gizi maupun membantu merubah perilaku dan kebiasaan masyarakat untuk mengkonsumsi makanan bergizi.
Ketua harian YAICI Arif Hidayat mengatakan, upaya-upaya pencegahan stunting berupa edukasi gizi yang menyasar langsung ke masyarakat perlu terus menerus dilakukan.
“Bidan adalah profesi yang dekat dengan masyarakat, sudah sepatutnya memberikan edukasi gizi yang tepat kepada masyarakat. Bidan sebagai tenaga kesehatan yang banyak membantu persalinan, tentu juga sangat dekat dengan masa 1000 HPK,” jelas Arif.
Arif berharap bidan dapat memberikan informasi-informasi yang tepat kepada para ibu.
“Memastikan pemenuhan kebutuhan gizi ibu saat hamil, memastikan inisiasi menyusui dini, pemberian ASI hingga pada saat MPASI nanti. Disini juga penting, saat anak
mulai dikenalkan dengan makanan lain selain ASI, bidan harus menginformasikan apa saja yang bolah dan tidak boleh. Jangan sampai bidan membiarkan masyarakat menambahkan susu jenis kental manis dalam menu MPASI, atau memberikan susu jenis kental manis sebagai minuman susu untuk balita,” jelas Arif Hidayat.
YAICI telah sejak lama melakukan edukasi gizi dan memiliki perhatian terhadap persoalan stunting dan gizi buruk. Terlebih, dengan mencuatnya polemik susu kental manis yang membuat BPOM akhirnya mengatur penggunaan produk dengan kandungan gula yang tinggi ini ke dalam PerBPOM No 31 tahun 2018 tentang Label dan Pangan Olahan.
Dalam kebijakan tersebut, terdapat dua pasal yang menjelaskan bahwa kental manis adalah produk yang tidak boleh dijadikan sebagai pengganti ASI dan dikonsumsi oleh anak diawah 12 bulan, serta aturan mengenai label, iklan dan promosinya.
Sementara itu, Wakil Ketua IBI Jawa Barat Nina Farida Ariani mengungkapkan, stunting merupakan program yang cukup lama. Dengan peralihan leading sector, baru dua tahun dilimpahkan ke BKKB.
"Jadi IBI tidak hanya satu sasaran saja, namun 1000 hari kehidupan sejak hamil, bahkan sejak remaja, IBI ikut mensosialisasikan bahaya stunting. Bagaimana generasi yang akan datang? Jika ibu nya baik, sehat, tentunya anak juga baik dan sehat," ujar Nina.
Namun milenial saat ini banyak yang salah kaprah, terutama tentang diet. "Remaja putri sekarang notebene banyak yang diet, dimana tidak sesuai, karena makanan tidak mengandung gizi seimbang," tutur Nina.
Disamping itu, sosilisasi pemberian Air Susu Ibu (ASI) kepada balita juga masih rendah.
"Berikan ASI sesering mungkin, jika air susunya sedikit, artinya ada jaringan- jaringan yang tersumbat. Karena itulah, selain hubungan emosi antara ibu dan anak, dengan memberikan ASI sesering mungkin, tentunya ada rangsangan, sehingga asi menjadi lancar," pungkas Nina.
Penulis: Sirojul Mutaqien | Editor: Sirojul Mutaqien